Biayai Rumah Subsidi, Pemerintah Jangan Cuma Andalkan APBN

Share:

%VIEW_COUNT%

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Banten Safran Edi Harianto Siregar berpendapat, Pemerintah seharusnya memiliki biaya pendamping untuk pembiayaan rumah subsidi.

Sehingga, tak selalu mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Seharusnya, ada dana pendamping atau lainnya yang tak semuanya menggunakan dari APBN,” terang Safran dalam rilis, Kamis (1/8/2024).

Hal senanada juga ditegaskan pengembang lokal dari Tangerang, Banten yakni Zaenal Abidin selaku Direktur PT Bangun Prima Putra yang mengaku sangat menunggu penambahan kuota rumah subsidi.

“Sebagai pelaku industri perumahan yang fokus pada pembangunan rumah subsidi, kami sangat menunggu adanya kepastian penambahan kuota. Seharusnya, tahun ini lebih besar dari tahun 2023 lalu jumlah kuotanya. Apalagi, kebutuhan rumah subsidi Banten cukup tinggi,” tegas Zaenal.

Untuk itu, DPD Apersi Banten meminta pemerintah seharusnya bukan mengurangi kuota subsidi tahun ini, tetapi ditambah.

Dalam catatan Badan Pengelola (BP) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) selaku penyalur Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) hingga 23 Juli lalu sudah mencapai 98.564 unit.

“Pertanyaannya, kenapa tahun ini kuotanya diturunkan dan diperkirakan hanya untuk 166.000 unit? Turun 30-an persen dari tahun lalu yang realisasinya mencapai 229.000 unit. Seharusnya, pencapaian tahun lalu jadi catatan karena peminatnya banyak,” jelasnya.

Dengan kondisi saat ini yang tidak pasti terkait kuota rumah subsidi, maka konsumen atau masyarakat akan dirugikan.

Apalagi, rumah susbidi ini untuk masyarakat kelas bawah yakni masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang memang membutuhkan.

Selain angka backlog yang akan bertambah, pengembang yang membangun rumah subsidi juga akan terganggu bisnisnya.

“Industri properti sangat besar dampaknya bagi perekonomian, karena dari sebuah perumahan yang sedang dikembangkan akan menggerakkan sektor lainnya. Mulai dari penyerapan tenaga kerja, produk material, furnitur hingga bisnis ikutan lainnya,” tegas Safran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pos Terkait

Follow us:

Pos Terpopuler